Unsur
sifat melawan hukum itu ada dalam rumusan delik :
1. ada yang tercantum dengan tegas, maka dalam
hal ini adanya unsur tersebut harus dibuktikan
2. ada pula yang tidak tercantum. Terhadap
delik-delik semacam itu ada perbedaan paham :
a. Jika unsur sifat melawan hukum dianggap
mempunyai fungsi yang positif untuk sesuatu delik (artinya ada delik kalau
perbuatan itu bersifat melawan hukum), maka harus dibuktikan. Sifat melawan
hukum disini sebagai unsur konstitutif.
b. Jika unsur sifat melawan hukum dianggap
mempunyai fungsi yang negatif (artinya : tidak ada unsur sifat melawan hukum
pada perbuatan merupakan pengecualian untuk adanya suatu delik), maka tidak
perlu dibuktikan.
Prof.
Muljatno yang meskipun menganggap unsur sifat melawan hukum adalah syarat
mutlak yang tak dapat ditinggalkan”, namun berpendirian, bahwa itu tidak
berarti bahwa dalam lapangan procesueel (acara pemeriksaan perkara) sifat itu
harus dibebankan pembuktiannya kepada penuntut umum. Beliau setuju, jika tak
disebut dalam rumusan delik, unsur dianggap dengan diam-diam ada, kecuali jika
dibuktikan sebaliknya oleh terdakwa, karena pada umumnya dengan mencocoki
rumusan undang-undang sifat melawan hukumnya perbuatan sudah ternyata pula.
Hazewinkel-Suringa memandang sifat melawan hukum hanya sebagai tanda ciri dari
tindak pidana.
Putatif
Delik
Dalam
pembicaraan unsur sifat melawan hukum ini ada delik disebut wahn delict atau
putativ delict. Ini terjadi jika seorang mengira telah melakukan delict, padahal perbuatannya itu sama
sekali bukan suatu delik, sebab perbuatannya itu tidak bersifat melawan hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar