A. Istilah
dan Pengertian
KUHP
memakai istilah bermacam-macam :
a. tegas dipakai istilah “melawan hukum”,
(wederrechtelijk) dalam pasal 167, 168, 335 (1), 522;
b. dengan istilah lain misalnya : “tanpa
mempunyai hak untuk itu” (pasal 303, 548, 549); “tanpa izin” (zonder verlof)
(pasal 496, 510); “dengan melampaui kewenangannya” (pasal 430); “tanpa
mengindahkan cara-cara yang ditentukan oleh peraturan umum” (pasal 429).
Alasan pembentuk undang-undang itu mencantumkan unsur sifat melawan hukum itu tegas-tegas dalam sesuatu rumusan delik karena pembentuk undang-undang khawatir apalagi unsur melawan hukum itu tak dicantumkan dengan tegas, yang berhak atau berwenang untuk melakukan perbuatan-perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang itu, mungkin dipidana pula.
Arti
istilah bersifat melawan hukum itu terdapat tiga pendirian:
- bertentangan dengan hukum (Simons)
- bertentangan dengan hak (subyektief
recht) orang lain (Noyon)
- tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini
tidak perlu bertentangan dengan hukum (H.R).
Salah
satu unsur dari tindak pidana adalah unsur sifat melawan hukum. Unsur ini
merupakan suatu penilaian obyektif terhadap perbuatan, dan bukan terhadap si
Pembuat. Bilamana sesuatu perbuatan itu dikatakan melawan hukum ? Orang akan
menjawab : “apabila perbuatan itu masuk dalam rumusan delik sebagaimana
dirumuskan dalam undang-undang”. Dalam bahasa Jerman ini disebut
“tatbestandsmaszig”. Tasbestand disini dalam arti sempit, ialah unsur
seluruhnya dari delik sebagaimana dirumuskan dalam peraturan pidana. Tasbestand
dalam arti sempit ini terdiri atas tasbestand mer male, ialah masing-masing
unsur dari rumusan delik.
Pengecualian
atas tasbestand mer male, dapat dikecualikan atas perbuatan yang memenuhi
rumusan delik (tatbestandsmaszig) itu tidak senantiasa bersifat melawan hukum,
sebab mungkin ada hal yang menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan
tersebut. Misalnya dalam melaksanakan perintah undang-undang (ps. 50 KUHP) :
1) regu penembak, yang menembak mati seorang
terhukum yang telah dijatuhi hukuman pidana mati, memenuhi unsur-unsur delik
tersebut pasal 338 KUHP. Perbuatan mereka tidak melawan hukum.
2) Jaksa menahan orang yang sangat dicurigai telah melakukan kejahatan. Ia tidak
dapat dikatakan melakukan kejahatan tersebut pasal 333 KUHP, karena ia
melaksanakan undang-undang (terdapat dalam peraturan hukum acara pidana)
sehingga tidak ada unsur melawan hukum.
Di
dalam kedua contoh tersebut hal yang menghapuskan sifat melawan hukumnya
perbuatan terdapat di dalam undang-undang. Namun dalam kasus :
- seorang ayah memukul seorang pemuda yang
memperkosa anak-anaknya
- seorang menembak mati temannya atas
permintaan sendiri, karena ia luka-luka berat dan tidak mungkin hidup terus,
apalagi jauh dari dokter, karena dalam ekspedisi di Kutub Selatan
- seorang bioloog membedah binatang-binatang
(vivisectie) untuk penyelidikan ilmiah.
Maka
timbul persoalan ada tidaknya sifat melawan hukumnya perbuatan. Contoh lain
yang mempermasalahkan unsur melawan hukum adalah :
- Putusan PN Sawahlunto 10 Setember 1936
Seorang
perempuan Minangkabau hidup bersama dengan seorang laki-laki dengan siapa ia
menurut hukum adat dilarang kawin. Berhubung dengan pelanggaran adat ini, maka
Mamak dari perempuan ini bersama-sama dengan orang lain mendatangi orang
tersebut untuk dimintai pertanggungjawaban dan untuk membawa laki-laki itu ke
Wali Negeri. Oleh karena perempuan itu tidak mau membuka pintu rumahnya pintu
didobrak.
Pengadilan
Negeri berpendapat perbuatan Mamak cs melanggar pasal KUHP (merusak ketentraman
rumah), dan memidana Mamak 3 bulan penjara dan lain-lainnya masing-masing 2
bulan. Alasan
- Arrest Hoge Raad 20 Pebruari 1933
Seorang
dokter hewan di kota Huizen dengan sengaja memasukkan sapi-sapi yang sehat ke
dalam kandang yang berisi sapi-sapi yang sudah sakit mulut dan kuku, sehingga
membahayakan sapi-sapi yang sehat itu. Perbuatan dokter hewan itu tegas-tegas
masuk dalam rumusan delik tesebut dalam pasal 82 undang-undang ternak, ialah
dengan sengaja menempatkan ternak dalam keadaan yang membahayakan /
mengkhawatirkan. Ketika dituntut, dokter hewan mengemukakan pada pokoknya,
bahwa perbuatan itu dilakukan untuk kepentingan
peternakan. Putusan Mahkamah Agung
Belanda : Pasal 82 Undang-undang ternak tidak dapat diterapkan kepada
dokter hewan itu. Pertimbangannya antara lain : “tidak dapat dikatakan, bahwa
seseorang yang melakukan perbuatan yang diancam pidana itu mesti dipidana,
apabila undang-undang sendiri tidak dengan tegas-tegas menyebut adanya alasan-alasan
penghapus pidana, mungkin sekali dapat terjadi, bahwa unsur sifat melawan hukum
tidak dicantumkan di dalam rumusan delik dan meskipun demikian tidak ada
pemidanaan, karena dalam hal ini sifat melawan hukumnya perbuatan ternyata
tidak ada, sehingga oleh karenanya pasal yang bersangkutan tidak berlaku
terhadap perbuatan yang secara letterlijk memenuhi rumusan delik”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar